Biodata Guru ke-email : esmarceria@gmail.com dan konfirmasi ke 0813-21598003 Album Guru Majalengka didukung oleh Jamu Tradisional "Pak KUMIS" Coba Dulu Baru Komentar


Sabtu, 01 Oktober 2011

Pembangunan Bangsa, Tantangan, dan Solusinya

Oleh : SUHENA (Guru SMPN 1 Ligung)


A.    Pendahuluan
Di era millennium III bangsa Indonesia masih terus membangun dan menata diri untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain yang telah berada jauh di depan. Sasaran utama pembangunan adalah terciptanya kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang maju dalam suasana tenteram sejahtera lahir batin, dalam tatanan masyarakat, bangsa, dan negara berdasarkan Pancasila selaras dalam hubungan antarsesama manusia, manusia dengan masyarakatnya, manusia dengan lingkungan alam, dan manusia dengan Tuhannya.
Kebijakan pembangunan dalam upaya untuk mendorong kehidupan bangsa Indonesia yang lebih baik, lebih diarahkan pada pengembangan bidang industri guna mempersiapkan diri menghadapi persaingan pasar bebas sebagai tuntutan proses globalisasi. Dalam memasuki era industrialisasi ini diharapkan akan memacu peningkatan bahan kebutuhan pokok hidup manusia dan mendorong peningkatan taraf hidup masyarakat Indonesia. Oleh sebab itu, modernisasi dan industrialisasi yang didukung teknologi dianggap dapat membawa keberuntungan bagi manusia.
Namun demikian, ada hal yang perlu diwaspadai tentang kelemahan bangsa Indonesia dari faktor mentalitas yang berpotensi kuat menjadi menghambat usaha pembangunan yang sedang berjalan.  Adapun mentalitas yang dimaksud, di antaranya budaya menerabas, meremehkan mutu, tidak memiliki rasa percaya diri, tidak bertanggung jawab, dan tidak menghormati norma hukum, serta tidak disiplin,  Mentalitas semacam itu tentu saja sangat tidak cocok untuk menopang pembangunan. Sebab, mereka yang dihinggapi mentalitas semacam itu akan selalu menghindari kerja keras, disiplin tinggi, dan tanggung jawab  terhadap tugas yang dibebankan kepadanya.
Sehubungan dengan uraian di atas, penulis mencoba mengangkat sebuah uraian sederhana dengan judul “Pembangunan Bangsa Tantangan, dan Solusinya”. Mudah-mudahan tulisan sederhana ini dapat memberi  hikmah bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

B.    Dampak Negatif Pembangunan di Bidang Ekonomi
Awal Orde Baru tatanan pembangunan lebih dititikberatkan pada bidang ekonomi. Pemerintahan Orde Baru pada saat itu berasumsi bahwa dengan pembangunan bidang ekonomi diharapkan dapat mempercepat laju pembangunan untuk mengejar ketertinggalan dari bangsa lain. Hal ini disadari karena saat itu kondisi bangsa ini dalam keadaan carut marut akibat dari situasi politik pascarevolusi. Kemiskinan dan kesengsaraan bangsa ini telah mencapai titik nadir yang sangat memprihatinkan.
Di tengah-tengah kondisi bangsa yang tidak menentu itu, muncullah figur Soeharto, yang dengan perkasa mengambil alih tampuk pimpinan orde lama. Sebagai bentuk upaya akselerasi pembangunan, pemerintahan orde baru yang dipimpinnya, merancang  konsep pembangunan lima tahunan melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (REPELITA). Pembangunan bidang ekonomi dijadikan prioritas utama pembangunan bangsa ini. Pada awalnya memang diakui bahwa konsep pembangunan ini  memberikan hasil yang cukup menggembirakan dan bahkan membanggakan bila ditilik dari fisik materiil.
Pembangunan secara fisik di era orde baru saat itu memang diakui dan   dapat dirasakan hasilnya oleh seluruh bangsa ini. Pada dekade awal, Indonesia telah berhasil membangun ketahanan pangan melalui program swasemabada beras. Pemerataan pembangunan fisik dilakukan secara menyeluruh di seluruh negeri.
 Namun, dari sisi nonfisik ternyata telah terjadi distorsi yang sangat membahayakan bagi kelangsungan pembangunan bangsa ini. Sangat terasa adanya upaya pembangunan ibarat mendirikan jasad tanpa roh, segala sesuatunya sangat tidak bermakna.
Sebagaimana kutipan dari tulisan H. Soewarno Darsoprajitno yang dimuat di harian PR (2/3/2011) bahwa, “Sepanjang pengaruh yang membentuk masyarakat bersifat sosial atau didominasi sosial, kemungkinan terjadinya dampak negatif sangat kecil dan tidak mustahil tidak akan terjadi. Lain halnya jika pengaruh yang membentuk bersifat ekonomi, tidak mustahil akan terjadi secara fisik atau nonfisik yang kompetitif dan merugikan. Seandainya kerugian yang terjadi secara fisik maka mudah terlihat, tetapi jika kerugian yang terjadi secara nonfisik dan sudah membudaya, tidak mudah terlihat, tetapi mudah dirasakan dampak negatifnya sampai di luar lingkungannya, dan pembenahannya kembali jauh lebih sulit”.
Hal inilah yang tengah terjadi dan melanda masyarakat di negeri ini. Tumbuhnya sikap batin yang tidak sesuai dengan jiwa pembangunan yang hakiki yang cenderung sangat merugikan terhadap kelangsungan pembangunan bangsa. Satu sama lain di antara warga masyarakat tak dapat lagi hidup berdampingan secara harmonis. Terjadi jurang pemisah yang teramat dalam di antara mereka. Yang satu begitu angkuh dengan bergelimangan materi, sementara yang lainnya  terjatuh di jurang kemiskinan dengan linangan air mata. Tak ada lagi kesantunan sosial dalam kehidupan masyarakat. Tatanan kehidupan sosial begitu rapuh dan tidak memiliki kekuatan. Apabila tidak ada upaya dari seluruh komponen masyarakat untuk menyelamatkan kondisi seperti ini, apa jadinya negeri ini kelak di kemudian hari? Apa pula kultur sosial yang hendak diwariskan kepada generasi penerus negeri ini?

C.    Mentalitas Menerabas  
Mentalitas menerabas sudah terbukti membawa akibat buruk bagi masyarakat Indonesia. Dari realita yang ada bahwa mentalitas menerabas telah membawa masyarakat Indonesia ke dalam situasi semakin menipisnya rasa malu. Dengan kecenderungan menipisnya rasa malu inilah sebagai awal munculnya tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Gejala yang mengiringi situasi itu adalah perilaku masyarakat yang mengarah pada watak manusia tanpa nurani. Rasa kemanusiaan bangsa Indonesia yang dahulu diagungkan kini semakin menipis. Banyak kasus menunjukkan bahwa orang tanpa rasa kemanusiaan memperlakukan sesamanya dengan seenaknya untuk mencapai suatu keinginan tertentu.
Pengusaha supermarket begitu teganya “menyingkirkan” para pedagang kecil dan pedagang kaki lima; para tengkulak pemilik modal tega memaksa patani menjual hasil pertaniannya dengan harga yang sangat murah; orang tega membunuh orang  lain dengan alasan sepele; para oknum pejabat birokrat dengan tidak malu-malu “memakan” uang negara, dan masih banyak lagi sederet perilaku menerabas lainnya yang turut mewarnai kebobrokan mentalitas bangsa ini.

D.    Revitalisasi Pewarisan Semangat Perjuangan
Secara filosofis, bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai budaya. Keanekaragaman suku dan budaya telah terbukti keampuhannya dalam mempersatukan bangsa ini, sehingga mampu mengenyahkan bangsa-bangsa penjajah dari bumi nusantara ini. Dari perjalanan sejarah peradaban manusia telah nyata bahwa timbul dan tenggelamnya suatu bangsa sangat ditentukan oleh kuat dan lemahnya bangsa itu dalam memegang teguh  nilai-nilai budayanya. Dari bangsa Mesir, Mesopotamia, Cina, Yunani, dan Romawi.  bangsa  mana hingga saat ini yang masih utuh dan bertahan? Tentunya, dapat kita saksikan bahwa di antara bangsa-bangsa tersebut yang sampai saat sekarang masih utuh  bertahan hanyalah bangsa yang tetap memegang teguh  kebudayaan leluhurnya.
Demikian halnya dengan bangsa Indonesia. Apabila ingin agar bangsa ini tetap ada dan utuh maka seluruh komponen bangsa ini harus mampu menumbuhkembangkan dan menjunjung tinggi warisan nilai-nilai budaya bangsa. Sebagaimana kita ketahui bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai para pendahulunya. Bila dikaji dan dianalisis kembali buku-buku sejarah bangsa ini maka akan dijumpai catatan penting yang dapat dijadikan bahan renungan. Momen-momen penting apa dari catatan sejarah bangsa ini yang patut dipahami dan diwarisi dari keberhasilan para pendahulunya. Keberanian mereka untuk mengorbankan kepentingan pribadi di atas kepentingan umum adalah salah satu cerminan yang perlu diapresiasi oleh anak-anak bangsa. Mereka berjuang tanpa pamrih. Sepi ing pamrih ram ring gawe.  Segala yang mereka lakukan bukan untuk mereka malainkan demi anak cucu mereka, termasuk kita di dalamnya.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi kita semua yang masih  memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme, agar tetap menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, demi Indonesia Raya. Bersatu kita teguh, bercerai kita jatuh. Rawe-rawe rantas, malang-malang puntung.  Semoga Merah Putih tetap berkibar jaya di udara. Merdekaaa !!!     
                                                                              Majalengka,  Maret 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar